Kejibeling (Strobilanthes crispus, BL). (Foto: sabahsnakegrassherb.com) |
Kejibeling selama ini lebih dikenal sebagai tanaman obat untuk sakit batu ginjal. Mengutip dari ipb.ac.id, kejibeling memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai obat tradisional, karena sejak dulu daunnya telah banyak dikenal selain sebagai salah satu pilihan obat batu ginjal alami, juga untuk sembelit, hingga penyakit kencing manis.
Tumbuhan semak yang biasanya hidup bergerombol ini, dikutip dari maranatha.edu, mudah berkembang biak di tanah subur, agak terlindung, dan di tempat terbuka. Warna daunnya yang hijau pekat, dengan bulu halus di permukaannya, menjadi ciri khas tersendiri dari daun kejibeling.
Mengutip dari ipb.ac.id, kejibeling merupakan spesies tanaman dari genus Strobilanthes. Genus ini merupakan anggota dari famili Acanthaceae.
Dalam bahasa ilmiah, kejibeling dikenal dengan nama Strobilanthes crispus, BL. Tanaman ini tumbuh liar di hutan, di ladang-ladang, atau ditanam di pekarangan sebagai pagar hidup.
Wikipedia menyebutkan kejibeling tidak beracun, dan mengandung antioksidan. Tumbuhan ini dibuktikan hanya beracun terhadap kanker usus dan hati, tidak merusak sel sehat. Selain itu, diketahui tumbuhan ini lebih efektif membunuh sel kanker ketimbang obat-obatan kanker konvensional seperti tamoksifen, doksorubisin, paklitaksel, dan dosetaksel.
Susi Endrini, dosen dari Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi , dan tim peneliti Departemen Biomedika Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Putra Malaysia, dikutip dari mji.ui.ac.id, meneliti efek sitotoksisitas sitosterol yang diisolasi dari kejibeling, suatu bahan tanaman obat, pada beberapa kultur sel kanker. Hasil penelitian menunjukkan senyawa daun kejibeling sebagai obat ampuh pencegah pertumbuhan sel kanker tanpa membunuh sel normal.
Penemuan Susi sudah dipatenkan oleh pemerintah Malaysia, seperti dikutip dari liputan6.com pada 21 April 2017, karena Susi Endrini menemukan obat antikanker saat menjalani program beasiswa pendidikan di Malaysia.
Obat temuan Susi itu juga telah diakui negara-negara yang ilmu kedokterannya sudah sangat maju. Obat dalam bentuk teh dari ekstrak tumbuhan itu, juga sudah beredar di berbagai negara Eropa dan Timur Tengah.
Pemerian Botani Tanaman Kejibeling
Tanaman kejibeling, dikutip dari ums.ac.id, tumbuh tegak dengan tinggi 0,5 m sampai 1 m. Daun berhadapan, bertangkai pendek, helai daun berbentuk lanset melonjong atau hampir jorong, pinggir daun bergerigi, kedua permukaannya kasar.
Perbungaan tersusun dalam bulir padat, gagang bunga lebih panjang dari kelopak, kelopak tertutup dengan rambut-rambut pendek, mahkota berbentuk corong, terbagi 5, berambut, berwarna kuning, benang sari 4. Buah berbentuk gelondong, mengandung 2 sampai 4 biji .
Tumbuhan kejibeling tersebar dari Madagaskar sampai Indonesia, dan tumbuh dari ketinggian 50-1.200 meter di atas permukaan laut.
Tumbuhan ini juga mudah berkembang biak di tanah subur, agak terlindung, dan tempat terbuka, dengan setek atau biji. Di Jawa, tumbuhan ini banyak terdapat di pedesaan, tumbuh sebagai semak.
Kejibeling , menurut Wikipedia, memiliki banyak nama lokal, seperti picah beling (Betawi), enyoh kelo, sambang geteh (Jawa), remek daging, reundeu beureum (Sunda), sementara orang Ternate menyebutnya dengan nama lire.
Manfaat Herbal Tumbuhan Kejibeling
Kejibeling,dikutip dari maranatha.edu, mengandung zat-zat kimia, antara lain kalium, natrium, kalsium, asam silikat, alkaloida, saponin, flavonoida, dan polilenoi.
Kalium berfungsi melancarkan air seni serta menghancurkan batu dalam empedu, ginjal, dan kandung kemih. Natrium berfungsi meningkatkan cairan ekstraseluler yang menyebabkan peningkatan volume darah. Kalsium berfungsi membantu proses pembekuan darah, juga sebagai katalisator berbagai proses biologi dalam tubuh dan mempertahankan fungsi membran sel. Sedangkan asam silikat berfungsi mengikat air, minyak, dan senyawa-senyawa non-polar lainnya.
Kandungan kalium dalam daun kejibeling, dikutip dari ipb.ac.id, juga dapat mengatur sekresi insulin dari pankreas. Apabila penderita diabetes mengkonsumsi daun kejibeling, maka akan memperoleh asupan kalium yang cukup untuk meningkatkan sekresi insulin.
Peningkatan sekresi insulin dapat menstabilkan kadar glukosa dalam darah. Selain itu, efek diuretik pada daun kejibeling juga menyebabkan kadar glukosa dalam darah menurun.
Daun kejibeling, juga memiliki kandungan kalium yang berperan pada mekanisme penurunan tekanan darah, yang mana kalium yang tinggi dalam darah akan menyebabkan penurunan kontraksi otot polos vaskuler yang kemudian menyebabkan penurunan aldosteron dan penurunan kontraksi dari miokardium. Penurunan kontraksi dari miokardium ini kemudian akan menyababkan penurunan tekanan darah.
Eldi Ali Rakhman dari Universitas Islam Bandung meneliti uji aktivitas ekstrak daun kejibeling terhadap penurunan kadar asam urat darah tikus wistar jantan yang diinduksi kalium oksonat. Senyawa luteolin pada tumbuhan kejibeling, berperan menurunkan asam urat darah.
Penelitian dilakukan selama 8 hari kepada 30 tikus Wistar jantan. Pengujian terhadap kadar asam urat darah dilakukan dengan metode enzimatik menggunakan alat cek kesehatan Blood Uric Acid Meter. Hasilnya daun kejibeling dapat menurunkan kadar asam urat darah pada dosis 62,5 mg/200 g bb.
Tim peneliti dari Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya, meneliti perasan daun kejibeling yang dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Bakteri Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syok toksik.
Pengobatan penyakit akibat infeksi Staphylococcus aureus, secara medis menggunakan obat-obatan yang berbahan dasar kimia, seperti Amoxcillin, Kloramfenikol, Penicillin. Kejibeling dapat digunakan sebagai antimikroba. Daun kejibeling memiliki kandungan polifenol, saponin, alkaloid, kalium, dan kalsium. Selain itu juga ditemukan kumarin, flavonoid, dan sterol. Hasilnya menunjukkan daun kejibeling efektif menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.
Sumber.